Kediri, NBN.COM — Cabang Dinas (Cabdin) memberikan tanggapan terkait beredarnya berita dugaan Pungutan Liar (Pungli) di lingkungan pendidikan wilayah Kediri, yang dituduhkan kepada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Ngadiluwih dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kras, pada Sabtu (28/6/2025).
Penelusuran tim awak media Nusantarabarunews.com, beredar berita di beberapa media, SMA Negeri 1 Ngadiluwih dan SMK Negeri 1 Kras gitu dong melakukan dugaan pungli pada tahun ajaran 2023-2024.
Dugaan pungli tersebut di tepis oleh banyak orang, diantaranya Junianto wali murid Kelas XII TKJ 3 SMK Negeri 1 Kras, Wiwik Dewi Rosidah bendahara komite SMK Negeri 1 Kras, Anik Safitri Budiyati Kepala SMK Negeri 1 Kras, juga dari Firstyan Nahari alumni siswa SMA Negeri 1 Ngadiluwih, Eko Setiyobudi Ketua Komite SMA Negeri 1 Ngadiluwih, Firstina Husniya Wury Kepala SMA Negeri 1 Ngadiluwih, dan Adi Prayitno Kepala Cabdin Pendidikan wilayah Kediri.
Ketika ditanya Junianto wali murid kelas XII TKJ 3 SMKN 1 Kras menyatakan tidak ada pungli, dikarenakan apa yang dilakukan oleh komite adalah hasil dari kesepakatan bersama dengan wali murid ketika melakukan musyawarah di sekolah.
“Semua tidak ada paksaan, karena pada saat musyawarah semua wali murid setuju dan terjadi tawar menawar alias negosiasi, sebelum terjadi kesepakatan nominal, bahkan setelah disepakati juga tidak mengikat,” ucap Junianto di Kantor Cabdin Pendidikan wilayah Kediri, Jalan Jaksa Agung Nomor 2, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur.
Pria yang akrab disapa Jun menjelaskan semua itu adalah dana partisipasi masyarakat untuk pendidikan dan penyampaian programnya, semua wali murid di undang untuk datang ke sekolah untuk bermusyawarah.
“Sehingga dengan beredarnya berita pungli ini, saya selaku wali murid tidak setuju karena dapat membunuh pendidikan, yang sementara orang tua ingin anaknya mempunyai kemampuan dengan bekal ilmu,” ujarnya.
Hal tersebut juga disampaikan Firstyan Nahari Alumni SMAN 1 Ngadiluwih, jika pungli tersebut tidak ada, karena tidak ada yang keberatan, dan tidak ada kesan memberatkan kepada wali murid ataupun siswa yang ada di sekolahan SMA Negeri 1 Ngadiluwih.
“Sebelum ditentukan nominalnya, juga ada forum musyawarah antara komite dengan wali murid, dan setelah forum ditetapkan nominalnya sekian, juga tidak mengikat atau sukarela,” ucap Firstyan Nahari.
Pria yang akrab disapa Firstyan ini mengungkapkan setelah pengambilan raport biasanya juga diadakan forum wali murid yang menjelaskan bahwa sumbangan dana partisipasi masyarakat alokasikan untuk apa saja.
“Seperti yang ada di SMA Negeri 1 Ngadiluwih bahwa ada karawitan yang anggarannya bersumber dari sumbangan dana partisipasi wali murid, juga ada pembangunan seperti kelas-kelas, karena sebelumnya banyak ruangan yang digunakan untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang bukan pada tempatnya seperti ruangan lab fisika, kimia dan musik,” terangnya.
Mantan Ketua OSIS SMA Negeri 1 Ngadiluwih ini menjelaskan pada tahun 2023-2024 saat dirinya menduduki bangku kelas XI, juga dilakukan lagi pembangunan beberapa kelas untuk menunjang ruang KBM. Sehingga tidak lagi menggunakan ruang laboratorium yang ada.
“Makanya kalau sekolahan saya dikatakan melakukan pungli, sebagai siswa saya tidak terima, karena saya juga beberapa kali dapat kesempatan untuk berbincang dengan Bapak Waka juga Bapak Kepala Sekolah pada saat itu, beliau sangat menghindari akan tuduhan seperti itu,” katanya.
Firstyan menambahkan sesuai dengan pengalamannya ketika menjadi Ketua OSIS, dan akan mengadakan kegiatan dies natalis, pihak sekolah tidak akan ikut andil artinya tidak akan memegang uang, seperti uang yang akan digunakan untuk menyewa alat-alat pesta.
“Jadi uang untuk menyewa alat-alat pesta itu, adalah dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa, pihak sekolah tidak akan pernah ikut andil untuk memegang uang itu alias tanpa campur tangan dari sekolah, adapun sekolah hanya mengawasi dan mengarahkan supaya tidak ada kesalahan-kesalahan yang akan terjadi,” paparnya.
Hal tersebut juga disampaikan Wiwik Dewi Rosidah bendahara komite SMK Negeri 1 Kras menyatakan tidak terima dengan bahasa pungli tersebut, dikarenakan hal itu seperti memalak yang dilakukan oleh oknum premanisme.
“Jadi yang benar itu adalah penggalangan dana partisipasi, biasanya kami tim komite mengadakan musyawarah bersama seluruh wali murid, dan kita sampaikan beberapa program sekolah, setelah pihak sekolah menyampaikan program kepada komite,” kata Wiwik Dewi Rosidah kepada Nusantarabarunews.com.
Wanita yang akrab dipanggil Wiwik mengungkapkan pada saat musyawarah, semua wali murid diundang untuk datang ke sekolah tanpa terkecuali, supaya wali murid mengetahui dan bisa mendukung program sekolah tersebut.
“Jadi meskipun sudah sepakat dengan nominal berapapun, kuncinya tidak mengikat, dan semua boleh memberikan sumbangan kenapa partisipasi tersebut semampunya, bahkan kalau dari keluarga pra sejahtera, bisa langsung menghadap kepada jajaran Komite dan setiap tahunnya ada yang nol alias tidak memberikan sumbangan,” ujar Wiwik.
Wiwik menjelaskan, jika ada dua anak dari satu wali atau satu keluarga diperbolehkan untuk memberikan sumbangan dana partisipasi satu saja, itupun juga ada kesepakatan, sehingga itu bukan merupakan pungli,” tuturnya.
Ditempat yang sama Eko Setiyobudi Ketua Komite SMA Negeri 1 Ngadiluwih menyampaikan, apa yang dikatakan atau dituduhkan dengan bahasa pungli kepada antara wali murid dengan sekolah itu kurang pas.
“Sepengatahuan saya kalau yang dikatakan pungli itu, diam-diam menyerahkan sebuah apapun berbentuk nominal di bawah tangan tanpa sepengetahuan orang banyak. Makanya saya tidak setuju dikatakan pungli, karena semua komunikasi kita dengan wali murid dinotulensi, didokumentasi, juga ada berkas pernyataannya,” urai pria yang akrab dipanggil Eko.
Eko mengungkapkan sebelum ada kegiatan atau program biasanya ada komunikasi pihak sekolah dengan komite, dikarenakan di dalam sekolah itu pasti ada kegiatan yang tidak bisa di cover dari anggaran pemerintah, baik itu dana BOS maupun BPOPP.
“Seperti contoh adanya kegiatan lomba olimpiade maupun lomba olahraga lainnya, maupun seni budaya, itu juga membutuhkan dana yang tidak ada pos anggaran dari pemerintah,” katanya.
Lebih lanjut Eko menjelaskan dalam menyampaikan program-program dari sekolah, tidak serta-merta harus disumbang semua oleh wali murid, bahkan penggunaan dana partisipasi masyarakat endingnya juga dilaporkan ke wali murid pada saat pertemuan wali murid dengan komite.
“Jadi sebelumnya kita tawarkan kepada wali murid, seperti contoh kita butuh dana semisal Rp500 juta, kita tawarkan kepada wali murid kemampuan untuk menyumbang berapa, sehingga mereka tidak memberatkan dan membebani,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Anik Safitri Budiyati Kepala SMK Negeri 1 Kras mengatakan, bahasa pungli tersebut menurutnya kurang tepat, dikarenakan setiap ada program sekolah yang membutuhkan sumbangan dana partisipasi melalui proses atau tidak serta-merta.
“Kalaupun ada partisipasi masyarakat, itu tentunya melalui proses musyawarah, yang menghasilkan kesepakatan bersama, jadi dari sekolahan itu tidak ada yang mewajibkan, ada penarikan yang dikatakan pungli, itu tidak ada,” kata wanita yang akrab disapa Anik.
Harapan Anik masyarakat bisa lebih bijak dan cerdas dalam menyikapi pemberitaan, dikarenakan semua program yang disampaikan melalui musyawarah sesuai dengan fakta riil yang ada di lapangan.
“Jadi kalau ada bahasa pungli kesannya kita adalah bagian dari premanisme. Jadi masyarakat harus bisa membedakan antara pungli dengan sumbangan dana partisipasi masyarakat dalam mendukung proses belajar mengajar di SMK Negeri 1 Kras,” ujar Anik kepada Nusantarabarunews.com.
Anik mengungkapkan dari hasil musyawarah dalam pertemuan antara komite dengan wali murid kalaupun ada nominal yang disepakati, jika ada yang keberatan dipersilahkan untuk berkomunikasi dengan pihak komite untuk kemampuan untuk menyumbang.
“Jika ada yang menghendaki nol pun dari sumbangan dana partisipasi masyarakat, kami juga memfasilitasi dan menampung yang demikian, jadi untuk bahasa pungli itu saya rasa untuk dunia pendidikan sangat kejam, kok seolah-olah kita adalah preman,” imbuhnya.
Anik menambahkan, beberapa kegiatan ada yang bisa di cover oleh dana dari pemerintah, dan juga ada beberapa sub bagian yang tidak bisa di cover oleh dana dari pemerintah, dari situlah muncul kalimat sumbangan dana partisipasi masyarakat.
“Perihal masyarakat tentunya perlu dipahami lagi, dikarenakan wali murid juga bagian dari masyarakat, sesuai dengan aturan maka dibentuklah komite sekolah sebagai kepanjangan tangan program dari sekolah sampai ke wali murid,” terangnya.
Firstina Husniya Wury Kepala SMA Negeri 1 Ngadiluwih juga mengatakan ketidaktepatan jika ada bahasa yang mengatakan pungli, dikarenakan penggalangan dana partisipasi masyarakat ada dasar hukumnya.
“Pemberitaan tersebut saya rasa kurang tepat, karena kalau pungli tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan juga tidak resmi, sedangkan sumbangan dana partisipasi masyarakat itu sudah jelas diatur dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016, dan Pergub nomor 8 tahun 2023,” kata wanita yang biasa disapa Tina.
Menurut Tina juga ada kesepakatan antara komite dengan wali murid, dan sumbangan tersebut bersifat sukarela yang merupakan hasil daripada musyawarah seluruh wali murid.
“Prosesnya yaitu semua kebutuhan sekolah kita sampaikan kepada komite, kemudian komite bermusyawarah dengan wali murid, ketika bermusyawarah pihak sekolah juga tidak ikut dalam forum tersebut, bahkan dari hasil kesepakatan jika masih ada yang tidak mampu, diperbolehkan untuk mengajukan keringanan,” ucap Tina.
Lebih lanjut Tina menjelaskan, juga ada siswa yang nol rupiah, karena sumbangan tersebut tidak mengikat dan tidak ada paksaan atau sukarela.
“Jadi kalau ada Bapak Ibu wali murid, mohon kalau ada sesuatu silahkan komunikasi dan koordinasi dengan pihak sekolah maupun komite,” tegasnya.
Tina mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat adalah untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan yang tidak dianggarkan oleh BOS dan BPOPP.
“Partisipasi masyarakat merupakan bentuk andil masyarakat untuk ikut serta pengembangan sekolah agar lebih maju,” ujarnya.
Ditempat terpisah Adi Prayitno Kepala Cabdin Pendidikan wilayah Kediri ketika dikonfirmasi mengatakan tidak ada pungli di lembaga pendidikan atau sekolah.
“Jadi yang ada adalah sumbangan sukarela, yang disepakati antara orang tua siswa dengan komite sekolah,” ucap Adi Prayitno kepada Nusantarabarunews.com.
Kepala Cabdin Pendidikan yang biasa disapa Adi mengungkapkan, sumbangan tersebut bersifat kesukarelaan dengan semangat gotong royong untuk ikut berpartisipasi aktif meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
“Jadi semuanya bersifat sukarela, bahkan setiap tahun kami juga sudah diperiksa oleh Inspektorat, dan sampai saat ini tidak ditemukan adanya penyalahgunaan anggaran,” tandasnya.(Asis)