Serang, NBN.COM – Konflik ketenagakerjaan kembali mengguncang PT Nikomas Gemilang, khususnya di Divisi Adidas. Manajemen perusahaan dituding melakukan PHK sepihak dan menolak mentah-mentah permintaan dialog Bipartit dari serikat pekerja, bahkan menunjukkan sikap arogan dan tidak kooperatif. Dugaan praktik union busting pun mencuat dan mengundang perhatian publik serta pihak berwenang.
Catur Ariyanto, seorang karyawan yang telah bekerja di Divisi Adidas sejak Agustus 2021, menjadi korban pemutusan hubungan kerja yang dinilai tidak berdasar. Ironisnya, awal masuk kerja Catur diketahui harus membayar sebesar Rp21 juta kepada seseorang bernama Pensi, asisten TKA di divisi tersebut.
Saat kasus ini mencuat, Pensi diminta mundur secara diam-diam tanpa ada proses hukum atas dugaan pungutan liar tersebut. Sementara itu, Catur harus menanggung akibat dari sistem rekrutmen yang bermasalah.
Pada 4 Februari 2025, Catur di-PHK secara sepihak. Namun, karena tidak diterima dan diprotes, manajemen kembali mengeluarkan surat PHK kedua pada 30 Mei 2025, tepat saat proses mediasi masih berlangsung di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans). Selama tiga kali mediasi, di Disnakertrans Kabupaten Serang, manajemen Adidas gagal membuktikan tuduhan pelanggaran kerja yang dilayangkan kepada Catur.
Lebih dari itu, dua kali surat permintaan Bipartit yang diajukan Serikat Pekerja FSB Garteks KSBSI PK Nikomas Gemilang ditolak mentah-mentah dengan sikap kasar oleh Elip, HRD bidang Hubungan Industrial (HI). Bahkan surat pemberitahuan pembinaan dan konseling dari serikat terhadap Catur pun kembali ditolak.
Saat pertemuan Bipartit kembali diupayakan pada 8 Juli 2025 oleh serikat, pihak manajemen Divisi Adidas (AC-ERC) melalui perwakilan Setiyanto menyatakan bahwa seluruh proses PHK “sudah sesuai prosedur”. Pernyataan tersebut dianggap janggal, mengingat proses Bipartit sebagai syarat wajib justru ditolak sejak awal.
Pengurus Komisariat Garteks menilai tindakan ini sebagai bentuk pemberangusan serikat buruh (union busting), karena anggota mereka dipecat tanpa alasan yang sah, dan permintaan pembelaan melalui mekanisme hukum formal justru dihalangi.
“Ini pelanggaran serius. Mereka menolak Bipartit, tak bisa membuktikan tuduhan, dan memecat anggota kami saat mediasi belum selesai. Ini sudah tidak sekadar pelanggaran administratif, tapi masuk kategori union busting,” tegas Marthin (F Ndruru) perwakilan Divisi Advokasi FSB Garteks KSBSI PK Nikomas Gemilang.
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Pasal 151 ayat (2): PHK harus diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan Bipartit terlebih dahulu.
- Pasal 155 ayat (1): PHK hanya sah setelah ada penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
- Pasal 28: Siapa pun dilarang menghalangi atau memaksa pekerja untuk tidak menjadi anggota atau menjalankan kegiatan serikat pekerja.
- Tindakan PHK terhadap anggota serikat tanpa dasar hukum dan menolak komunikasi serikat bisa dikategorikan sebagai union busting.
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
- Pasal 3-8: Mengatur kewajiban Bipartit sebagai tahap awal penyelesaian konflik.
- Sanksi Pidana (UU 21/2000 Pasal 43):
- Barang siapa yang menghalangi kegiatan serikat pekerja, termasuk pemutusan hubungan kerja karena kegiatan serikat, dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
- Sanksi Administratif (UU Ketenagakerjaan & UU Cipta Kerja):
- Termasuk pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin, dan pembatasan operasional terhadap perusahaan yang terbukti melanggar hak normatif pekerja.
Kasus Catur Ariyanto menambah daftar panjang potret buram perlindungan tenaga kerja di sektor padat karya. Terlebih, ketika perusahaan multinasional seperti Adidas membiarkan manajemennya berlaku semena-mena terhadap pekerja dan serikat buruh di lapangan.
Serikat Garteks menyerukan agar pengawas ketenagakerjaan dan lembaga peradilan industrial tidak tutup mata dan segera mengambil langkah hukum atas dugaan union busting ini.(**)