Padang, NBN.COM – Aktivitas ibadah dan pendidikan agama di sebuah rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang di RT 03 RW 09, Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, dibubarkan paksa oleh sekelompok warga, Minggu (27/7/2025) sekitar pukul 16.00 WIB. Tragisnya, dua anak berusia 8 dan 11 tahun menjadi korban luka akibat lemparan benda keras dan pukulan dalam insiden itu.
Pendeta F. Dachi, pimpinan GKSI Anugerah Padang, mengungkapkan bahwa sore itu rumah doa digunakan untuk ibadah dewasa dan pengajaran firman Tuhan kepada 30 anak. Namun situasi berubah tegang ketika dirinya dipanggil ketua RT dan RW setempat untuk berbicara di belakang rumah. Tiba-tiba, massa yang sudah berkumpul mulai berteriak “bubarkan, bubarkan!” sambil melempari rumah dengan batu.
“Kaca pecah, peralatan dihancurkan, listrik diputus. Anak-anak ketakutan dan menangis,” ungkap Dachi kepada Sumbarkita.
Serangan itu mengakibatkan dua anak mengalami luka akibat pukulan dan tendangan, hingga harus dilarikan ke RS Yos Sudarso. Video dan foto dari lokasi memperlihatkan kursi hancur, pagar rumah tercongkel, serta empat kaca jendela pecah. Polisi kemudian memasang garis polisi di lokasi kejadian.
Dachi menjelaskan bahwa bangunan yang diserang bukanlah gereja, melainkan rumah doa yang disewa untuk pendidikan agama anak-anak jemaat. “Kami tidak mendirikan gereja. Rumah ini kami sewa untuk pendidikan,” tegasnya. Jemaat GKSI Padang Sarai terdiri dari sekitar 21 kepala keluarga, dan kegiatan belajar agama ini baru dilakukan di rumah doa tersebut selama tiga bulan terakhir.
Menurut informasi yang diterima, massa disebut sudah bermusyawarah dengan tokoh RT dan RW malam sebelumnya dan menuding rumah doa itu sebagai gereja tanpa izin. Namun, Dachi menegaskan bahwa rumah doa tersebut sudah terdaftar sebagai bangunan sosial dan bukan gereja permanen.
Kepala Polsek Koto Tangah, Kompol Afrino, membenarkan kejadian ini dan menyatakan penyelidikan masih berlangsung. “Kami masih mendalami peristiwa ini dan mengumpulkan data di lokasi,” katanya.
Peristiwa ini memicu sorotan tajam terhadap perlindungan hak beribadah di Indonesia. Pasal 29 UUD 1945 jelas menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya. Selain itu, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengamanatkan negara wajib melindungi kebebasan beribadah setiap warga.
Dachi menyayangkan pembiaran kekerasan ini dan berharap ada perlindungan hukum nyata.
“Kalau tempat ini menjual miras atau narkoba, silakan dibubarkan. Tapi ini rumah doa untuk mendidik anak-anak. Kini mereka trauma,” katanya.
Ia menegaskan jemaat akan mempertimbangkan langkah hukum, termasuk melapor ke Polrestabes atau Polda Sumbar, jika tidak ada penyelesaian damai.
Kini publik menunggu sikap tegas aparat kepolisian dan Pemerintah Kota Padang terhadap insiden ini: Apakah hak konstitusional warga negara akan benar-benar ditegakkan, atau pembiaran terhadap intoleransi akan kembali terulang?